Hiu Paus Teluk Cenderawasih
Oleh : Evi Nurul Ihsan
Kredit foto : Evi Nurul Ihsan – WWF Indonesia
Sudah bukan menjadi rahasia umum lagi bahwa lokasi terbaik untuk berinteraksi dengan hiu paus di Indonesia adalah di Taman Nasional Teluk Cenderawasih (TNTC). Dalam kurun waktu 5 tahun Peningkatan kunjungan wisatawan pada tahun 2011 – 2016 telah mengalami peningkatan sekitar 600%. Asal wisatawan berimbang antara wisatawan domestik dan wisatawan mancanegara.
Ikan terbesar di dunia ini memang sangat bersahabat dengan para wisatawan. Selama kita tidak mengganggu dengan cara mengejar, menunggangi, memegang dll. Hiu paus adalah ikan yang hidup di perairan tropis dan memakan zooplankton, udang krill dan ikan-ikan berukuran kecil. Di Indonesia, hiu paus sudah dilindungi sejak tanggal 20 Mei 2013 berdasarkan Kepmen KP No.18 Tahun 2013 tentang Penetapan Status Perlindungan Penuh Ikan Hiu Paus atau Whaleshark (Rhincodon typus). Sementara itu Pada tahun 2016, status hiu paus dalam IUCN yang sebelumnya Red List berubah menjadi Endangered. Dataset IUCN telah menunjukkan penurunan populasi sebesar 63% selama 75 tahun (3 generasi) di Perairan Indo-Pasifik.
Kemunculan Hiu paus Di TNTC memiliki keistimewaan tersendiri. Hiu paus muncul sepanjang tahun tanpa memperhatikan musim. Di lokasi lain seperti di belize, Ningalo Reef Australia, Filipina dan Probolinggo hiu paus muncul pada musim-musim tertentu. Keistimewaan ini memancing banyak pertanyaan dari berbagai pihak baik itu dari pengelola BBTNTC, para peneliti dari berbagai universitas juga berbagai pihak lainnya. Hasil pemantauan rutin WWF Indonesia bersama BBTNTC sejak tahun 2011-sekarang menunjukkan bahwa kemunculan hiu paus erat kaitannya dengan kehadiran bagan. Lebih jauh lagi, kemunculan hiu paus di TNTC berkaitan dengan ikan puri hasil tangkapan nelayan bagan didalam kawasan TNTC. Secara sederhana, jika nelayan tidak mendapatkan ikan puri pada malam hari, kemungkinan kecil hiu paus akan muncul di pagi hari. Sebaliknya, jka nelayan mendapatkan ikan puri pada malam hari, kemungkinan hiu paus muncul di pagi hari sangatlah besar.
TOPIK TERKAIT : Pesona Laut Karibia
Dalam satu hari hiu paus memerlukan makanan sebanyak 142 kg. Jika dikonversikan dengan kebutuhan makan manusia dewasa, maka jumlah tersebut dapat memenuhi kebutuhan makanan manusia dewasa untuk 6 bulan!. Di beberapa lokasi lain seperti di La Paz Mexico, hiu-hiu remaja dengan rata-rata panjang tubuh 3,2-5,2 meter ditemukan memakan zooplankton dari jenis crustacea (udang-udangan) yang didominasi oleh jenis copepoda (Clark, 1997).
Berdasarkan hasil pemantauan dan studi literatur di beberapa lokasi lain yang memiliki pola serupa dalam hal kemunculan hiu paus di TNTC. Fakta kemunculan hiu paus yang hanya berdasarkan dengan keterikatan dengan ikan puri hasil tangkapan nelayan bagan tentulah masih kurang. Penulis sendiri meyakini ada sesuatu hal lain yang menyebabkan jumlah dan kemunculan hiu paus di tntc cukup tinggi dan bahkan menjadi kesitimewaan sendiri karena muncul sepanjang musim. Karena pada beberapa kasus di lapangan, terkadang hiu paus tetap muncul meskipun nelayan bagan tidak mendapatkan ikan puri pad amalam hari sebelumnya.
Hasil penelitian BBTNTC, Fakultas Biologi UGM dan WWF Indonesia menunjukkan bahwa komunitas zooplankton di kawasan perairan TNTC yang membentang dari pantai Sowa hingga Teluk Umar (8 stasiun sampling) mempunyai kelompok taksa yang hampir sama. Curstacea (udang-udangan) mendominasi perairan pada semua jarak sampling dengan proporsi 78-88% dari keseluruhan zooplankton yang ditemukan, dimana antara 59-65 persennya terdiri dari golongan copepoda yang merupakan salah satu makanan alami dan menjadi favorit si hiu paus.
Pada tataran trofik level atau rantai makanan pada ekosistem laut. Ikan puri (Encrasicholina punctifer, Fowler 1938)) dan hiu paus memiliki preferensi makanan yang sama yaitu kelompok crustacea (udang-udangan). Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan banyak informasi terbaru terkait pakan alami untuk hiu paus di TNTC.
Baca juga : Menjadi Penyelam dan Menjelajah Dunia Bawah Laut
Dugaan sementara menunjukkan bahwa kemunculan hiu paus di TNTC tidak hanya erat kaitannya dengan ikan puri, namun memang perairan TNTC menyediakan pakan alami hiu paus dalam hal ini adalah crustacea (udang-udangan) yang merupakan jenis dari zooplankton. Pembuktian ini perlu dilakukan penelitian lanjutan karena berbagai penelitian mengenai diet hiu paus di berbagai lokasi di dunia menghasilkan hasil yang sangat bervariasi. Di Mexico, dilaporkan bahwa diet hiu paus terdiri dari ~85% copepoda (Nelson & Eckert, 2006). Di Australia, mangsa hiu paus terutama terdiri atas udang krill (Pseudeuphausia latifrons), Copepoda, dan gerombolan ikan kecil (Taylor, 2007), sementara di Tanzania, komposisinya lebih dari 50 persen berupa spesies udang sergestid Lucifer hanseni (Rohner et al., 2015). Terdapat indikasi bahwa hiu paus tidak mempunyai preferensi atas jenis mangsa tertentu, tetapi lebih menunjukkan preferensi terhadap kuantitas biomasa mangsanya. Dengan demikian, generalisasi tidak dapat dilakukan terhadap hasil penelitian di TNTC ini.
Mengingat penelitian ini bersifat preliminary untuk mendapatkan gambaran umum mengenai pakan alami hiu paus di TNTC, penelitian lebih lanjut mengenai perbedaan biomassa zooplankton di berbagai lokasi di TNTC dalam kaitannya dengan frekuensi kemunculan hiu paus perlu dilakukan. Selain itu, juga sangat penting untuk diteliti adalah sampel pakan yang diambil pada saat hiu paus makan, sehingga komposisi dan biomasa mangsa yang dimakan oleh hiu paus dapat diidentifikasi dan diestimasi. Selama ini, kemunculan hiu paus untuk makan, baik di TNTC maupun di berbagai lokasi yang lain, selalu dilaporkan terjadi pada pagi hari, sehingga sampling dalam penelitian ini juga dilakukan pada pagi hari.
Akan tetapi, belum ada informasi baik mengenai distribusi harian plankton maupun perilaku makan hiu paus yang alami di TNTC, sehingga hasil penelitian ini masih menyisakan gap informasi mengenai ketersediaan pakan hiu paus yang sesungguhnya. Perlu juga dilakukan penelitian mengenai kemelimpahan temporal atau musiman ikan puri di wilayah TNTC, karena jika kemunculan hiu paus diasumsikan berkaitan dengan ketersediaan ikan puri di TNTC, terdapat kemungkinan bahwa frekuensi kemunculan hiu paus akan berkorelasi positif dengan kemelimpahan ikan puri pada waktu tertentu.
Masih lebarnya gap informasi mengenai ekologi hiu paus di TNTC dapat berdampak negatif terhadap keberlanjutan populasinya. Gap informasi tersebut menghambat penyusunan strategi pengelolaan habitat hiu paus, karena upaya untuk menjaga populasi hiu paus di TNTC perlu didasarkan atas pengetahuan mengenai pakan alami mereka dan cara mempertahankannya, terutama dalam rangka mengantisipasi dampak pencemaran dari daratan lewat sungai yang masuk ke perairan TNTC.
Ketidaktahuan mengenai pakan alami hiu paus di TNTC juga telah menimbulkan sikap antipati sejumlah anggota masyarakat yang menduga bahwa hiu paus menyebabkan kerugian karena telah memangsa ikan tangkapan mereka. Solusi untuk permasalahan ini memerlukan kolaborasi berbagai pihak yang terlibat untuk memberikan edukasi bagi masyarakat mengenai ekologi hiu paus dan nilai pentingnya dalam mendukung perekonomian setempat, serta penelitian yang lebih ekstensif mengenai ekologi hiu paus itu sendiri. Hal ini terutama untuk memastikan berjalannya berkelanjutannya industri wisata berbasiskan hiu paus yang aman dan ramah lingkungan.
Salam Lestari
Baca juga : Pelatihan SCUBA
Topik terkait lainnya :
Geropa Laut Mikronesia
4 Hari Paling Seru Saat Berlatih Selam
Status Populasi Ikan Komersial di TNP Laut Sawu 2014
Introduction Snorkeling to Non-Verbal Teenager with Autism
Isyarat Tangan Dalam Keadaan Darurat Saat Menyelam
9 Ikan Eksotis Paling Dicari Penyelam
Jelajah Pesona Ambon Lease
Become A First-time Diver As A Person With Anxiety
Wisata Belitung Timur, Keindahan Laut dan Kenikmatan Kuliner